Halaman

Kamis, 04 November 2010

haruskah ada kata perceraian?

Semua pasangan pasti menginginkan pernikahannya bahagia dan langgeng seumur

hidup. Namun kenyataannya setelah beberapa tahun menikah, nampaknya semua

harapan tersebut hancur berantakan dan perceraian pun berada di ambang mata.

Yang lebih membingungkan, Anda sendiri mungkin tidak tahu apa alasan sebenarnya

yang menjadikan kehidupan perkawinan Anda tersebut hancur berantakan.

Saat Anda mencoba untuk menyembuhkan rasa sakit hati dan menentukan apa yang

harus dilakukan, mungkin Anda melihat perceraian sebagai jalan keluar yang

tepat. Jalan tersebut mungkin Anda ambil setelah berpikir segala macam hal

seperti "Anda menikah dengan orang yang salah", "Anda merasa terlalu muda saat

menikah", "Anda tidak pernah benar-benar mencintai pasangan Anda", "Pasangan

Anda kurang komunikasi", maupun alasan-alasan lainnya yang membuat Anda merasa

tidak ada jalan lain lagi.

Namun hati-hati, jangan sampai Anda mengambil keputusan saat sedang berada dalam

pikiran yang kalut atau emosi, karena bisa jadi Anda akan menyesalinya kemudian

hari nanti. Sebelum mengambil keputusan yang sangat penting bagi Anda dan

seluruh keluarga, sebaiknya perhatikan hal-hal berikut agar Anda tidak salah

mengambil langkah dan siap menghadapi tantangan hidup pasca perceraian.

Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa sebenarnya pernikahan yang berakhir

dengan perceraian umumnya memiliki tingkat kebahagiaan dan konflik yang

menengah, dengan skala 6 dari 10. Dengan kata lain, secara fisik maupun

emosional sebenarnya cukup layak untuk dipertahankan asalkan dapat meningkatkan

kualitas pernikahan mereka dengan mengubah beberapa hal yang kecil dan mendasar,

serta mengusahakannya bersama-sama.

Harapan hidup pada orang-orang yang bercerai lebih rendah dibandingkan dengan

orang-orang yang melajang maupun yang telah menikah. Justru orang-orang yang

berada dalam ikatan pernikahan mempunyai harapan hidup yang paling panjang.

Penelitian lain mengungkapkan bahwa pasangan yang sebenarnya tidak senang dengan

kehidupan perkawinannya saat ini, cenderung akan mendapatkan kebahagiaan dalam

waktu lima tahun mendatang dibandingkan dengan kesedihan yang mereka dapatkan

jika melakukan perceraian.

Perceraian ternyata berdampak buruk pada kesehatan, baik fisik maupun mental.

Orang-orang yang didiagnosis kanker lebih mungkin pulih saat mereka masih

menikah dibandingkan jika mereka bercerai. Selain itu biasanya pasangan yang

bercerai mengalami penurunan mental seperti depresi, penerimaan diri,

menghambat pengembangan kepribadian serta merusak hubungan positif dengan orang

lain, terutama pada wanita. Hal ini menunjukkan bahwa trauma emosional pasca

perceraian memiliki dampak pada kesehatan tubuh juga mental.

Seringkali perceraian dianggap sebagai jalan untuk mengakhiri pertempuran dan

membereskan masalah, serta menjadikan pernikahan berikutnya sebagai obat

penyembuh luka. Namun ternyata hal tersebut tidak selamanya benar, karena

pernikahan berikutnya yang dilakukan setelah perceraian memiliki resiko yang

lebih tinggi untuk bercerai dibandingkan pernikahan pertama. Faktor-faktor yang

menyebabkan perceraian pertama akan terus menghantui pada pernikahan berikutnya,

sehingga nantinya Anda akan berusaha untuk menghindar dan seolah dikejar-kejar

oleh hal-hal tersebut.

Perceraian juga akan menyebabkan hubungan yang buruk antara orangtua dan anak.

Namun yang lebih mengkhawatirkan lagi, anak-anak dari keluarga broken home

lebih banyak yang memiliki kelakuan menyimpang dan berpotensi menjadi kriminal

karena kehilangan salah satu sosok orangtua, baik ayah maupun ibu. Selain itu,

mereka juga biasanya terpuruk dalam hal akademis di sekolah dan tertinggal dari

teman-temannya yang berasal dari keluarga harmonis.

sumber :

http://travelerguideandlifestyle.blogspot.com/2010/08/haruskah-ada-kata-perceraian.html

Salam-

0 komentar:

Posting Komentar

Kamis, 04 November 2010

haruskah ada kata perceraian?

Diposting oleh nuna di 17.38
Semua pasangan pasti menginginkan pernikahannya bahagia dan langgeng seumur

hidup. Namun kenyataannya setelah beberapa tahun menikah, nampaknya semua

harapan tersebut hancur berantakan dan perceraian pun berada di ambang mata.

Yang lebih membingungkan, Anda sendiri mungkin tidak tahu apa alasan sebenarnya

yang menjadikan kehidupan perkawinan Anda tersebut hancur berantakan.

Saat Anda mencoba untuk menyembuhkan rasa sakit hati dan menentukan apa yang

harus dilakukan, mungkin Anda melihat perceraian sebagai jalan keluar yang

tepat. Jalan tersebut mungkin Anda ambil setelah berpikir segala macam hal

seperti "Anda menikah dengan orang yang salah", "Anda merasa terlalu muda saat

menikah", "Anda tidak pernah benar-benar mencintai pasangan Anda", "Pasangan

Anda kurang komunikasi", maupun alasan-alasan lainnya yang membuat Anda merasa

tidak ada jalan lain lagi.

Namun hati-hati, jangan sampai Anda mengambil keputusan saat sedang berada dalam

pikiran yang kalut atau emosi, karena bisa jadi Anda akan menyesalinya kemudian

hari nanti. Sebelum mengambil keputusan yang sangat penting bagi Anda dan

seluruh keluarga, sebaiknya perhatikan hal-hal berikut agar Anda tidak salah

mengambil langkah dan siap menghadapi tantangan hidup pasca perceraian.

Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa sebenarnya pernikahan yang berakhir

dengan perceraian umumnya memiliki tingkat kebahagiaan dan konflik yang

menengah, dengan skala 6 dari 10. Dengan kata lain, secara fisik maupun

emosional sebenarnya cukup layak untuk dipertahankan asalkan dapat meningkatkan

kualitas pernikahan mereka dengan mengubah beberapa hal yang kecil dan mendasar,

serta mengusahakannya bersama-sama.

Harapan hidup pada orang-orang yang bercerai lebih rendah dibandingkan dengan

orang-orang yang melajang maupun yang telah menikah. Justru orang-orang yang

berada dalam ikatan pernikahan mempunyai harapan hidup yang paling panjang.

Penelitian lain mengungkapkan bahwa pasangan yang sebenarnya tidak senang dengan

kehidupan perkawinannya saat ini, cenderung akan mendapatkan kebahagiaan dalam

waktu lima tahun mendatang dibandingkan dengan kesedihan yang mereka dapatkan

jika melakukan perceraian.

Perceraian ternyata berdampak buruk pada kesehatan, baik fisik maupun mental.

Orang-orang yang didiagnosis kanker lebih mungkin pulih saat mereka masih

menikah dibandingkan jika mereka bercerai. Selain itu biasanya pasangan yang

bercerai mengalami penurunan mental seperti depresi, penerimaan diri,

menghambat pengembangan kepribadian serta merusak hubungan positif dengan orang

lain, terutama pada wanita. Hal ini menunjukkan bahwa trauma emosional pasca

perceraian memiliki dampak pada kesehatan tubuh juga mental.

Seringkali perceraian dianggap sebagai jalan untuk mengakhiri pertempuran dan

membereskan masalah, serta menjadikan pernikahan berikutnya sebagai obat

penyembuh luka. Namun ternyata hal tersebut tidak selamanya benar, karena

pernikahan berikutnya yang dilakukan setelah perceraian memiliki resiko yang

lebih tinggi untuk bercerai dibandingkan pernikahan pertama. Faktor-faktor yang

menyebabkan perceraian pertama akan terus menghantui pada pernikahan berikutnya,

sehingga nantinya Anda akan berusaha untuk menghindar dan seolah dikejar-kejar

oleh hal-hal tersebut.

Perceraian juga akan menyebabkan hubungan yang buruk antara orangtua dan anak.

Namun yang lebih mengkhawatirkan lagi, anak-anak dari keluarga broken home

lebih banyak yang memiliki kelakuan menyimpang dan berpotensi menjadi kriminal

karena kehilangan salah satu sosok orangtua, baik ayah maupun ibu. Selain itu,

mereka juga biasanya terpuruk dalam hal akademis di sekolah dan tertinggal dari

teman-temannya yang berasal dari keluarga harmonis.

sumber :

http://travelerguideandlifestyle.blogspot.com/2010/08/haruskah-ada-kata-perceraian.html

Salam-

0 komentar on "haruskah ada kata perceraian?"

Posting Komentar

Our Journey Begins....

Daisypath Anniversary tickers