Semua pasangan pasti menginginkan pernikahannya bahagia dan langgeng seumur
hidup. Namun kenyataannya setelah beberapa tahun menikah, nampaknya semua
harapan tersebut hancur berantakan dan perceraian pun berada di ambang mata.
Yang lebih membingungkan, Anda sendiri mungkin tidak tahu apa alasan sebenarnya
yang menjadikan kehidupan perkawinan Anda tersebut hancur berantakan.
Saat Anda mencoba untuk menyembuhkan rasa sakit hati dan menentukan apa yang
harus dilakukan, mungkin Anda melihat perceraian sebagai jalan keluar yang
tepat. Jalan tersebut mungkin Anda ambil setelah berpikir segala macam hal
seperti "Anda menikah dengan orang yang salah", "Anda merasa terlalu muda saat
menikah", "Anda tidak pernah benar-benar mencintai pasangan Anda", "Pasangan
Anda kurang komunikasi", maupun alasan-alasan lainnya yang membuat Anda merasa
tidak ada jalan lain lagi.
Namun hati-hati, jangan sampai Anda mengambil keputusan saat sedang berada dalam
pikiran yang kalut atau emosi, karena bisa jadi Anda akan menyesalinya kemudian
hari nanti. Sebelum mengambil keputusan yang sangat penting bagi Anda dan
seluruh keluarga, sebaiknya perhatikan hal-hal berikut agar Anda tidak salah
mengambil langkah dan siap menghadapi tantangan hidup pasca perceraian.
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa sebenarnya pernikahan yang berakhir
dengan perceraian umumnya memiliki tingkat kebahagiaan dan konflik yang
menengah, dengan skala 6 dari 10. Dengan kata lain, secara fisik maupun
emosional sebenarnya cukup layak untuk dipertahankan asalkan dapat meningkatkan
kualitas pernikahan mereka dengan mengubah beberapa hal yang kecil dan mendasar,
serta mengusahakannya bersama-sama.
Harapan hidup pada orang-orang yang bercerai lebih rendah dibandingkan dengan
orang-orang yang melajang maupun yang telah menikah. Justru orang-orang yang
berada dalam ikatan pernikahan mempunyai harapan hidup yang paling panjang.
Penelitian lain mengungkapkan bahwa pasangan yang sebenarnya tidak senang dengan
kehidupan perkawinannya saat ini, cenderung akan mendapatkan kebahagiaan dalam
waktu lima tahun mendatang dibandingkan dengan kesedihan yang mereka dapatkan
jika melakukan perceraian.
Perceraian ternyata berdampak buruk pada kesehatan, baik fisik maupun mental.
Orang-orang yang didiagnosis kanker lebih mungkin pulih saat mereka masih
menikah dibandingkan jika mereka bercerai. Selain itu biasanya pasangan yang
bercerai mengalami penurunan mental seperti depresi, penerimaan diri,
menghambat pengembangan kepribadian serta merusak hubungan positif dengan orang
lain, terutama pada wanita. Hal ini menunjukkan bahwa trauma emosional pasca
perceraian memiliki dampak pada kesehatan tubuh juga mental.
Seringkali perceraian dianggap sebagai jalan untuk mengakhiri pertempuran dan
membereskan masalah, serta menjadikan pernikahan berikutnya sebagai obat
penyembuh luka. Namun ternyata hal tersebut tidak selamanya benar, karena
pernikahan berikutnya yang dilakukan setelah perceraian memiliki resiko yang
lebih tinggi untuk bercerai dibandingkan pernikahan pertama. Faktor-faktor yang
menyebabkan perceraian pertama akan terus menghantui pada pernikahan berikutnya,
sehingga nantinya Anda akan berusaha untuk menghindar dan seolah dikejar-kejar
oleh hal-hal tersebut.
Perceraian juga akan menyebabkan hubungan yang buruk antara orangtua dan anak.
Namun yang lebih mengkhawatirkan lagi, anak-anak dari keluarga broken home
lebih banyak yang memiliki kelakuan menyimpang dan berpotensi menjadi kriminal
karena kehilangan salah satu sosok orangtua, baik ayah maupun ibu. Selain itu,
mereka juga biasanya terpuruk dalam hal akademis di sekolah dan tertinggal dari
teman-temannya yang berasal dari keluarga harmonis.
sumber :
http://travelerguideandlifestyle.blogspot.com/2010/08/haruskah-ada-kata-perceraian.html
Salam-
semoga suatu hari dapat mengenang berbagai kisah dengan blog ini :)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Kamis, 04 November 2010
haruskah ada kata perceraian?
Semua pasangan pasti menginginkan pernikahannya bahagia dan langgeng seumur
hidup. Namun kenyataannya setelah beberapa tahun menikah, nampaknya semua
harapan tersebut hancur berantakan dan perceraian pun berada di ambang mata.
Yang lebih membingungkan, Anda sendiri mungkin tidak tahu apa alasan sebenarnya
yang menjadikan kehidupan perkawinan Anda tersebut hancur berantakan.
Saat Anda mencoba untuk menyembuhkan rasa sakit hati dan menentukan apa yang
harus dilakukan, mungkin Anda melihat perceraian sebagai jalan keluar yang
tepat. Jalan tersebut mungkin Anda ambil setelah berpikir segala macam hal
seperti "Anda menikah dengan orang yang salah", "Anda merasa terlalu muda saat
menikah", "Anda tidak pernah benar-benar mencintai pasangan Anda", "Pasangan
Anda kurang komunikasi", maupun alasan-alasan lainnya yang membuat Anda merasa
tidak ada jalan lain lagi.
Namun hati-hati, jangan sampai Anda mengambil keputusan saat sedang berada dalam
pikiran yang kalut atau emosi, karena bisa jadi Anda akan menyesalinya kemudian
hari nanti. Sebelum mengambil keputusan yang sangat penting bagi Anda dan
seluruh keluarga, sebaiknya perhatikan hal-hal berikut agar Anda tidak salah
mengambil langkah dan siap menghadapi tantangan hidup pasca perceraian.
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa sebenarnya pernikahan yang berakhir
dengan perceraian umumnya memiliki tingkat kebahagiaan dan konflik yang
menengah, dengan skala 6 dari 10. Dengan kata lain, secara fisik maupun
emosional sebenarnya cukup layak untuk dipertahankan asalkan dapat meningkatkan
kualitas pernikahan mereka dengan mengubah beberapa hal yang kecil dan mendasar,
serta mengusahakannya bersama-sama.
Harapan hidup pada orang-orang yang bercerai lebih rendah dibandingkan dengan
orang-orang yang melajang maupun yang telah menikah. Justru orang-orang yang
berada dalam ikatan pernikahan mempunyai harapan hidup yang paling panjang.
Penelitian lain mengungkapkan bahwa pasangan yang sebenarnya tidak senang dengan
kehidupan perkawinannya saat ini, cenderung akan mendapatkan kebahagiaan dalam
waktu lima tahun mendatang dibandingkan dengan kesedihan yang mereka dapatkan
jika melakukan perceraian.
Perceraian ternyata berdampak buruk pada kesehatan, baik fisik maupun mental.
Orang-orang yang didiagnosis kanker lebih mungkin pulih saat mereka masih
menikah dibandingkan jika mereka bercerai. Selain itu biasanya pasangan yang
bercerai mengalami penurunan mental seperti depresi, penerimaan diri,
menghambat pengembangan kepribadian serta merusak hubungan positif dengan orang
lain, terutama pada wanita. Hal ini menunjukkan bahwa trauma emosional pasca
perceraian memiliki dampak pada kesehatan tubuh juga mental.
Seringkali perceraian dianggap sebagai jalan untuk mengakhiri pertempuran dan
membereskan masalah, serta menjadikan pernikahan berikutnya sebagai obat
penyembuh luka. Namun ternyata hal tersebut tidak selamanya benar, karena
pernikahan berikutnya yang dilakukan setelah perceraian memiliki resiko yang
lebih tinggi untuk bercerai dibandingkan pernikahan pertama. Faktor-faktor yang
menyebabkan perceraian pertama akan terus menghantui pada pernikahan berikutnya,
sehingga nantinya Anda akan berusaha untuk menghindar dan seolah dikejar-kejar
oleh hal-hal tersebut.
Perceraian juga akan menyebabkan hubungan yang buruk antara orangtua dan anak.
Namun yang lebih mengkhawatirkan lagi, anak-anak dari keluarga broken home
lebih banyak yang memiliki kelakuan menyimpang dan berpotensi menjadi kriminal
karena kehilangan salah satu sosok orangtua, baik ayah maupun ibu. Selain itu,
mereka juga biasanya terpuruk dalam hal akademis di sekolah dan tertinggal dari
teman-temannya yang berasal dari keluarga harmonis.
sumber :
http://travelerguideandlifestyle.blogspot.com/2010/08/haruskah-ada-kata-perceraian.html
Salam-
hidup. Namun kenyataannya setelah beberapa tahun menikah, nampaknya semua
harapan tersebut hancur berantakan dan perceraian pun berada di ambang mata.
Yang lebih membingungkan, Anda sendiri mungkin tidak tahu apa alasan sebenarnya
yang menjadikan kehidupan perkawinan Anda tersebut hancur berantakan.
Saat Anda mencoba untuk menyembuhkan rasa sakit hati dan menentukan apa yang
harus dilakukan, mungkin Anda melihat perceraian sebagai jalan keluar yang
tepat. Jalan tersebut mungkin Anda ambil setelah berpikir segala macam hal
seperti "Anda menikah dengan orang yang salah", "Anda merasa terlalu muda saat
menikah", "Anda tidak pernah benar-benar mencintai pasangan Anda", "Pasangan
Anda kurang komunikasi", maupun alasan-alasan lainnya yang membuat Anda merasa
tidak ada jalan lain lagi.
Namun hati-hati, jangan sampai Anda mengambil keputusan saat sedang berada dalam
pikiran yang kalut atau emosi, karena bisa jadi Anda akan menyesalinya kemudian
hari nanti. Sebelum mengambil keputusan yang sangat penting bagi Anda dan
seluruh keluarga, sebaiknya perhatikan hal-hal berikut agar Anda tidak salah
mengambil langkah dan siap menghadapi tantangan hidup pasca perceraian.
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa sebenarnya pernikahan yang berakhir
dengan perceraian umumnya memiliki tingkat kebahagiaan dan konflik yang
menengah, dengan skala 6 dari 10. Dengan kata lain, secara fisik maupun
emosional sebenarnya cukup layak untuk dipertahankan asalkan dapat meningkatkan
kualitas pernikahan mereka dengan mengubah beberapa hal yang kecil dan mendasar,
serta mengusahakannya bersama-sama.
Harapan hidup pada orang-orang yang bercerai lebih rendah dibandingkan dengan
orang-orang yang melajang maupun yang telah menikah. Justru orang-orang yang
berada dalam ikatan pernikahan mempunyai harapan hidup yang paling panjang.
Penelitian lain mengungkapkan bahwa pasangan yang sebenarnya tidak senang dengan
kehidupan perkawinannya saat ini, cenderung akan mendapatkan kebahagiaan dalam
waktu lima tahun mendatang dibandingkan dengan kesedihan yang mereka dapatkan
jika melakukan perceraian.
Perceraian ternyata berdampak buruk pada kesehatan, baik fisik maupun mental.
Orang-orang yang didiagnosis kanker lebih mungkin pulih saat mereka masih
menikah dibandingkan jika mereka bercerai. Selain itu biasanya pasangan yang
bercerai mengalami penurunan mental seperti depresi, penerimaan diri,
menghambat pengembangan kepribadian serta merusak hubungan positif dengan orang
lain, terutama pada wanita. Hal ini menunjukkan bahwa trauma emosional pasca
perceraian memiliki dampak pada kesehatan tubuh juga mental.
Seringkali perceraian dianggap sebagai jalan untuk mengakhiri pertempuran dan
membereskan masalah, serta menjadikan pernikahan berikutnya sebagai obat
penyembuh luka. Namun ternyata hal tersebut tidak selamanya benar, karena
pernikahan berikutnya yang dilakukan setelah perceraian memiliki resiko yang
lebih tinggi untuk bercerai dibandingkan pernikahan pertama. Faktor-faktor yang
menyebabkan perceraian pertama akan terus menghantui pada pernikahan berikutnya,
sehingga nantinya Anda akan berusaha untuk menghindar dan seolah dikejar-kejar
oleh hal-hal tersebut.
Perceraian juga akan menyebabkan hubungan yang buruk antara orangtua dan anak.
Namun yang lebih mengkhawatirkan lagi, anak-anak dari keluarga broken home
lebih banyak yang memiliki kelakuan menyimpang dan berpotensi menjadi kriminal
karena kehilangan salah satu sosok orangtua, baik ayah maupun ibu. Selain itu,
mereka juga biasanya terpuruk dalam hal akademis di sekolah dan tertinggal dari
teman-temannya yang berasal dari keluarga harmonis.
sumber :
http://travelerguideandlifestyle.blogspot.com/2010/08/haruskah-ada-kata-perceraian.html
Salam-
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar